Tuesday, March 27, 2012

Mengapa Masyarakat (Perlu) Menolak Kenaikan Harga BBM?


Lima Alasan Masyarakat Indonesi harus Tolak kenaikan BBM bersubsidi

Alasan Pertama: Liberalisasi Ekonomi

Kebijakan peniadaan subsidi BBM bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri,
melainkan berkaitan dengan kebijakan besar liberalisasi ekonomi yang saat ini tengah
berlangsung di Indonesia. Secara khusus, kebijakan peniadaan subsidi BBM berkaitan
dengan kebijakan uang ketat yang merupakan bagian dari pelaksanaan agenda Konsensus
Washington sebagaimana diperintahkan oleh IMF. Sebagai unsur dari agenda Konsensus
Washington, tujuan utama kebijakan peniadaan subsidi BBM pada dasarnya adalah untuk
memperbesar peranan mekanisme pasar dalam penyelenggaraan perekonomian Indonesia.
Pada tahap selanjutnya, sejalan dengan dilakukannya unbundling PT Pertamina,
sebagaimana terungkap dalam Undang Undang (UU) Minyak dan Gas No. 22/2001,
kebijakan tersebut diharapkan dapat merupakan insentif bagi para investor pertambangan
untuk menanamkan modal mereka di Indonesia. Sebagaimana diketahui, sudah sejak lama
perusahaan-perusahaan multinasional yang bergerak dalam bidang pertambangan minyak
dan gas, seperti Exxon Mobil, Chevron Texaco, BP Amoco Arco, Total Fina Elf, dan Shell,
sangat berhasrat untuk memperluas wilayah kerja mereka di Indonesia.
Padahal, sesuai dengan UU Pertambangan Minyak dan Gas No. 44 Prp/ 1960 dan
UU Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara No. 8/1971, perusahaanperusahaan
multinasional tersebut hanya diperkenankan berperan sebagai kontraktor dalam
proses eksplorasi minyak dan gas di Indonesia.
Dengan demikian, sejalan UU No. 22/2001, yang meniadakan perbedaan antara
perusahaan-perusahaan multinasional tersebut dengan PT Pertamina, penjualan BBM
dengan harga bersubsidi jelas sangat bertentangan dengan kepentingan bisnis mereka.
Terutama jika dilihat dari sudut hasrat mereka untuk menjadi pengecer BBM di Indonesia,
penjualan BBM dengan harga bersubsidi tentu sangat bertentangan dengan rencana besar
liberalisasi sektor pertambangan dan gas yang telah mereka perjuangkan sejak lama.
Menyimak agenda tersembunyi di balik kebijakan peniadaan subsidi BBM yang
sedang dilakukan pemerintah, lebih-lebih menyusul keluarnya keputusan Mahkamah
Konstitusi yang menghendaki dilakukannya amandemen terhadap UU No. 22/2001, maka
masyarakat sesungguhnya justru memiliki kewajiban untuk menolak peniadaan subsidi dan
kenaikan harga BBM. Kebijakan tersebut pada dasarnya hanyalah unsur dari proses
sistematis untuk meminggirkan rakyat dan merupakan jalan lurus menuju neokolonialisme.


Alasan Kedua: Struktur Ekonomi



Beberapa waktu lalu saat diskusi anatara anggito abimanyu dengan Kwik Kian Gie sepakat bahwa sesungguhnya bila di lihat dari pendapatan negara pertahun 220 Triliun bila di kurangi dengan biaya belanja negara mencapai 180 Triliun, negara masih mengalami surplus keuangan sebesar 40 Triliun. hanya saja ini terlampau lebih kecil bila di bandingkan tahun sebelumnya mencapai 80 Triliun.


Alasan Ke Tiga : Rejeki Nomplok

Kenaikan harga minyak di pasar internasional sama sekali tidak dapat dijadikan
sebagai alasan untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga BBM. Sebagai negara
produsen dan pengekspor migas, Indonesia sesungguhnya juga memperoleh manfaat dari
kenaikkan harga minyak tersebut. Sebagaimana telah saya singgung pada bagian awal
tulisan ini, proyeksi hasil ekspor migas Indonesia untuk tahun 2005 mencapai US$19,7
milyar. Sedangkan proyeksi biaya impor migas Indonesia hanya mencapai US$11,3 trilyun.
Jika dilihat dari sudut APBN, sejalan dengan meningkatnya harga minyak di pasar
internasional, penerimaan negara dari sektor migas yang meliputi PPh Migas dan
Penerimaan Bukan Pajak Migas, seharusnya juga mengalami peningkatan secara
signifikan. Anehnya, sebagaimana tampak dalam APBN 2005, volume PPh Migas terhadap
PDB justru diproyeksikan turun dari satu persen menjadi 0,5 persen PDB. Sedangkan
Penerimaan Bukan Pajak Migas turun dari 3,8 persen menjadi hanya 1,8 persen PDB.
Hal itu terutama disebabkan oleh sangat rendahnya asumsi harga minyak dalam
APBN 2005. Sebagaimana diketahui, ketika harga minyak di pasar internasional melonjak
melampaui US$50 per barrel, APBN 2005 hanya mengasumsikan harga minyak sebesar
US$24 per barrel. Dengan demikian, pemerintah sesungguhnya diam-diam menikmati
rejeki nomplok (windfall profit) dari kenaikan harga minyak di pasar internasional itu.
Sayangnya, kita tidak pernah tahu berapa besarnya rejeki nomplok yang dinikmati
pemerintah dan untuk apa saja uang itu digunakan? Pada hal, sementara itu, kita terus
menerus dikejutkan oleh semakin tingginya peringkat Indonesia sebagai negara juara
korupsi di dunia. Sebagaimana diumumkan oleh Transparency Internationl, peringkat
Indonesia dalam jajaran negara juara korupsi terus meningkat dari urutan ke tujuh pada
2002, menjadi urutan ke enam pada 2003, dan menjadi urutan ke lima pada 2004.
Menyimak hal tersebut, saya kira masyarakat memang wajib menolak kenaikkan
harga BBM, sebab angka-angka mengenai penghasilan negara dari migas dan volume
subsidi BBM cenderung tidak transparan. Sejalan dengan itu, seiring dengan meningkatnya
peringkat Indonesia sebagai negara juara korupsi, volume kebocoran APBN patut dicuriga
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Artinya, daripada menambah beban hidup
rakyat dengan menaikkan harga BBM, jauh lebih masuk akal jika pemerintah
menampakkan kesungguhannya dalam memerangi korupsi dan kebocoran APBN.


Alasan Ke Empat: Kemiskinan dan Pengangguran

Terakhir, pengurangan subsidi BBM sudah dapat dipastikan akan memicu
terjadinya kenaikkan harga berbagai kebutuhan pokok dan biaya hidup rakyat. Hal itu, suka
atau tidak, di tengah-tengah jumlah penduduk miskin yang masih meliputi 60 persen
penduduk, dan jumlah penganggur yang meliputi 36 persen angkatan kerja, pasti akan
semakin memperberat beban hidup rakyat.
Sementara itu, sebagaimana tampak pada struktur APBN 2005 yang bersifat sangat
kontraktif, dan susunan tim ekuin Kabinet Indonesia Bersatu yang dipenuhi oleh para
ekonom neoliberal pemuja IMF, sama sekali tidak tampak tanda-tanda bahwa pemerintahan
yang ada sekarang ini memang memiliki tekad untuk mengurangi kemiskinan dan
pengangguran secara sungguh-sungguh.
Alih-alih berusaha keras mengurangi kemiskinan dan pengangguran, pemerintah
justru tampak sangat getol membela kepentingan para kreditor dan investor asing di
Indonesia. Tawaran moratorium dan penghapusan sebagian utang luar negeri yang
dikemukakan oleh negara-negara anggota Paris Club, misalnya, cenderung ditanggapi
dengan dingin oleh pemerintah. Sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Keuangan Jusuf
Anwar, tindakan tersebut dapat menghambat naiknya rating utang Indonesia dan
menurunkan kepercayaan para investor untuk menanamkan modal mereka di sini.
Intinya, sekaligus sebagai penutup tulisan ini, saya tidak hanya menyerukan kepada
masyarakat untuk menolak kenaikkan harga BBM. Pada saat yang sama, saya juga
mengajak masyarakat untuk mendesak pemerintah agar segera mengakhiri pelaksanaan
agenda-agenda ekonomi neoliberal di sini, memerangi korupsi dengan memperkarakan
koruptor-koruptor kelas kakap, menghentikan pemberian subsidi terselubung terhadap
sektor perbankan, dan berjuang keras menuntut dilakukannya penghapusan sebagian utang
lama Indonesia serta segera menghentikan pembuatan utang-utang baru.
Last but not least, menyusul terjadinya gempa dan gelombang tsunami yang
menelan lebih dari 100 ribu korban jiwa pada 26 Desember lalu, saya kira masyarakat juga
perlu mendesak pemerintah untuk meningkatkan keseriusannya dalam menanggulangi
bencana gempa dan gelombang tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh
Darussallam dan sekitarnya itu. Wallahu a’lam bisawab.


Mengapa Masyarakat (Perlu)
Menolak Kenaikan Harga BBM?

1. Penghapusan subsidi BBM adalah bagian dari agenda Konsensus Washington untuk
meliberalkan perekonomian Indonesia. Bersamaan dengan dilakukannya liberalisasi sektor
minyak dan gas sebagaimana terungkap dalam UU Minyak dan Gas No. 22/2001,
penghapusan subsidi BBM sesungguhnya adalah prakondisi bagi masuknya perusahaanperusahaan
multinasional pertambangan minyak dan gas asing ke dalam bisnis eceran
minyak dan gas di Indonesia. Pendek kata, penghapusan subsidi BBM adalah bagian dari
proses sistematis untuk meminggirkan rakyat dan jalan lurus menuju neokolonialisme.
2. Pemberian subsidi BBM sama sekali tidak melenceng kepada golongan mampu dan orang
kaya. Sebaliknya, struktur perekonomian Indonesia lah sesungguhnya yang terlanjur
sangat timpang. Dalam struktur perekonomian yang sangat timpang, jangankan subsidi
BBM, subsidi pendidikan dan kesehatan, dan bahkan keberadaan pemerintah
sesungguhnya lebih banyak dinikmati oleh golongan mampu dan orang kaya daripada oleh
golongan tidak mampu dan rakyat miskin. Apakah kita juga perlu berpikir untuk
membubarkan pemerintah?

3. Kenaikan harga minyak bumi di pasar internasional sama sekali tidak dapat dijadikan
sebagai alasan untuk menghapuskan subsidi BBM. Sebab, akibat kenaikan harga minyak
bumi di pasar internasional, pemerintah sesungguhnya menikmati rejeki nomplok yang
sangat besar jumlahnya. Sebagaimana tampak pada perbandingan ekpor dan impor migas
Indonesia tiga tahun terakhir: US$12,0 milyar dan US$6,0 milyar (2002), US$15,2 milyar
dan US$7,8 milyar (2003), US$19,6 milyar dan US$11,5 milyar (2004), hasil ekspor migas
Indonesia ternyata senantiasa lebih besar dari pengeluaran impor migas setiap tahunnya.
4. Penghapusan subsidi BBM dapat dipastikan akan memicu kenaikkan harga kebutuhan
pokok dan biaya hidup rakyat. Di tengah-tengah jumlah penduduk miskin yang masih
meliputi 60 persen penduduk, dan penganggur yang meliputi 36 persen angkatan kerja, hal
itu dapat dipastikan akan semakin memperberat beban hidup rakyat. Sementara itu,
sebagaimana tampak pada struktur APBN 2005 yang bersifat kontraktif, dan susunan tim
ekuin Kabinet Indonesia Bersatu yang dipenuhi oleh para ekonom neoliberal pemuja IMF,
sama sekali tidak tampak tanda-tanda bahwa pemerintah memang memiliki kesungguhan
dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
http://www.kau.or.id/file/Mengapa%20Masyarakat%20hrs%20mnlk%20BBM%20_REVRISOND_.pdf

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons